Beritaindonesia.co - Hasil uji yang tak terbantahkan menunjukkan, gas sarin atau
bahan kimia serupa telah digunakan dalam serangan yang menewaskan 86 orang di
kota Khan Sheikhoun, Suriah awal bulan ini.
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) menyampaikan hal
itu pada Rabu (19/4/2017) sebagaimana dilaporkan BBC pada Kamis (20/4/2017).
Ketua OPCW, Ahmet Uzumcu, menyatakan, sampel-sampel dari
tiga korban yang meninggal dalam serangan di Khan Sheikhoun, telah dianalisa di
dua laboratorium yang ditunjuk organisasi tersebut.
Laporan awal ketika kejadian pada awal April, menyebutkan,
ada 70 orang tewas akibat serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun. Sehari
kemudian jumlah korban bertambah menjadi 86 orang tewas dan ratusan lainnya
terpapar gas beracun.
Sampel-sampel dari tujuh orang yang dirawat di rumah sakit
juga dianalisa di dua laboratorium lain.
"Hasil analisa dari empat laboratorium yang ditunjuk
OPCW mengindikasikan paparan gas sarin atau bahan serupa sarin. Rincian lebih
lanjut dari analisa laboratorium akan menyusul, tapi hasil yang telah diperoleh
tak terbantahkan," kata Uzumcu.
Menurutnya, tim pencari fakta OPCW siap diturunkan ke kota
Khan Sheikhoun jika situasi keamanan memungkinkan.
Saat ini tim tersebut akan meneruskan wawancara dengan
sejumlah korban seraya mengumpulkan sampel.
Organisasi Pemantau HAM Suriah (SOHR), 20 anak-anak dan 52
orang dewasa tewas dunia dalam serangan yang diduga melibatkan gas beracun di
Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, pada 4 April 2017.
Rekaman gambar sesudah peristiwa itu menunjukkan, warga
sipil – banyak di antara mereka adalah anak-anak – mengalami sesak nafas dan
mengeluarkan busa dari mulut.
Presiden Suriah Bashar al-Assad menepis tudingan bahwa
pasukan militer negara itu melancarkan serangan dengan senjata kimia.
Assad mengatakan klaim seperti itu rekayasa belaka. Hal yang
sama disampaikan oleh sekutunya Presiden Vladimir Putin dari Rusia, negara yang
melakukan serangan udara di Suriah sejak September 2015.
Suriah diwajibkan menyerahkan cadangan senjata kimia sesuai
dengan kesepakatan yang disetujui AS dan Rusia pada 2013 menyusul serangan
senjata kimia di Damaskus tahun itu.
Loading...