Beritaindonesia.co - Menyediakan hunian dengan harga Rp 350 juta di Jakarta
menjadi program unggulan dari Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta
terpilih versi hitung cepat, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Lalu bagaimana caranya supaya program tersebut bisa
terealisasi?
CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, mengatakan
walaupun sulit dilakukan namun program perumahan masih bisa direalisasikan.
"Semua mungkin kalau ada intervensi dari pemerintah.
Kalau untuk rumah Rp 350 juta di Jakarta itu sudah tidak ada lagi, ada pun itu
masuk gang dan tidak layak, atau tidak representatif. Dan kalau dilihat harga
tanah Jakarta yang tinggi sudah tidak optimal rumah landed (tapak), mesti ke
vertikal (rusun)," kata Ali kepada detikFinance, Jakarta, Kamis
(20/4/2017).
Untuk masalah lahan, Ali menuturkan, Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI memiliki tempat yang dapat dipergunakan untuk membangun rusun
bagi kaum masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Tapi kan kondisinya tidak segampang itu. Tanah Pemprov
kan ada yang tidak clear and clean, baik yang diduduki, atau itu kawasan kumuh,
itu harus direvitalisasi dulu. Tanah-tanah Pemprov banyak, sebagian ada yang
bisa dibangun (rusun)," katanya.
Kemudian untuk masalah pendanaan, kata Ali, pemerintah bisa
memanfaatkan berbagai cara. Salah satunya ialah mengalokasikan dana CSR dari
perusahaan non pengembang.
"Sebetulnya di SK Gubernur nomor 54 ada kewajiban
pengembang untuk membangun rusun, dan dari CSR-CSR perusahaan non pengembang
pun bisa diambil untuk bangun rusun," terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk menyediakan program
perumahan rakyat tersebut, pemerintah harus mengelola semuanya sendiri. Sebab,
kata dia, apabila program tersebut diserahkan kepada swasta, maka sasaran
program perumahan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah tidak terealisasi.
"Karena kalau itu diserahkan ke swasta, setiap tahun
harganya naik, karena pengembang yang bangun, karena ada motif bisnis. Tapi
kalau kita bicara public housing, betul-betul penyediaan rumah rakyat, itu
harus dari pemerintah," kata dia.
"Pemerintah yang sediakan tanahnya, pemerintah juga
yang bangun. Dan ketika rumahnya mau dijual kembali pun, jualnya itu harus ke
pemetintah lagi. Jadi itu yang mengendalikan harga tanah, kalau dijual ke
swasta rusunnya makin naik makin naik. Nanti bukan public housing lagi,"
tuturnya.
Terakhir, kata Ali, untuk masalah kepemilikan, rusun yang
disediakan pemerintah nantinya menggunakan sistem Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Karena sebetulnya, kata dia, tanah milik negara tidak bisa diperjual-belikan.
"Masalah kepemilikan tadi, tanah-tanah Pemprov bukan
semata-mata beli, tapi sistemnya sewa jangka panjang, kan tanah Pemprov enggak
bisa dibeli. Nanti bisa 30 tahun misalnya. Intinya kalau mau sediakan rusun
harga Rp 350 juta bisa, tapi harus ada intervensi pemerintah," kata dia.
Loading...