Kamis, 20 April 2017

Bu Sri Mulyani, Presiden Jokowi Gencar Bangun Infrastruktur Uangnya Dari Mana?


Beritaindonesia.co - Infrastruktur menjadi program utama dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada yang mendukung, namun tidak sedikit juga yang meragukan program tersebut bisa berjalan. Salah satunya adalah soal pendanaan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjadi sosok yang diharuskan untuk menyelesaikan soal pendanaan. Proyek infrastruktur yang dicanangkan dalam lima tahun diperkirakan memakan biaya hampir Rp 5.000 triliun. Sedangkan bila melihat APBN yang bernilai Rp 2.000 triliun, porsi untuk infrastruktur hanya tersedia sekitar Rp 300 triliun.

Infrastruktur yang dibangun seperti pelabuhan, bandar udara (bandara), jalan, jalur kereta, waduk, irigasi, hingga pembangkit listrik. Ada beberapa strategi yang sudah disiapkan agar proyek itu bisa berjalan sesuai, bahkan melebihi dari target.

Dalam sebuah wawancara khusus dengan detikFinance, Sri Mulyani menjelaskan strategi pemerintah untuk membangun infrastruktur. Berikut kutipan wawancaranya:

Pak Jokowi gencar membangun infrastruktur, Ibu sebagai Menkeu kan penyokong pendanaan. Banyak yang bertanya, dari mana uangnya?
Kalau dilihat secara besar, keputusan Presiden Jokowi tahun 2014 itu langsung begitu terpilih mengurangi alokasi subsidi BBM untuk kemudian dialokasikan ke belanja infrastruktur.

Jadi amplopnya enggak bertambah, cuma beda alokasi saja. Jadi dari hal itu kita bisa melihat bahwa APBN kita naik, dari Rp 1.700 triliun menjadi Rp 1.900 triliun dan Rp 2.000 triliun itu komposisinya berubah.

Bagaimana cara Ibu membagi belanja yang begitu besar agar tepat dalam pembangunan infrastruktur?

Kalau belanja infrastruktur itu dalam APBN bisa melalui 4 chanel. Saluran pertama itu belanja melalui K/L (Kementerian/Lembaga), katakanlah Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM. Kalau mereka bangun jalan raya, irigasi, bandara, pelabuhan, atau bahkan pebangkit listrik. Itu semuanya kita bisa langsung, setiap rupiah kita belanjakan melalui K/L itu dan mereka membangunnya.

Cara yang kedua, kita menggunakan uang yang sama tapi belanjanya melalui PMN (Penyertaan Modal Negara) ke BUMN. Itu biasanya disebut bellow the line. Dari PMN kan Rp 1 triliun yang sama itu masuk ke neraca BUMN dan di BUMN. Dia biasanya dengan ekuitas-nya nambah, leverage-nya meningkat. Jadi tujuannya beda, caranya beda tapi hasilnya mungkin lebih beda juga. Tapi bisa juga bukan menjadi pilihan, entah kalau yang nggak ini ya ini. Tapi bisa kombinasi kan. Makanya BUMN mendapatkan injeksi kapital yang cukup besar tahun 2015 dan 2016.

Cara yang ketiga tetap dengan BUMN yang lain, seperti LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara). Kami melakukan pembelian tanah yang tidak bisa selesai satu tahun jadi dibelanjakan oleh institusi seperti LMAN, karena dia merupakan BLU yang uang itu enggak perlu Desember duitnya habis dan dia juga merupakan BLU dalam hal ini.

Keempat adalah, kalau kita membuat infrastruktur dan artinya infrastruktur itu dipakai oleh masyarakat dan sebagian dari dana masyarakat itu menggunakan dalam bentuk tarif. Kan daya beli masyarakat tak sepenuhnya menutup biaya investasinya.

Pemerintah bisa memberikan apa yang disebut viability payment atau kita bisa mengatakan harusnya kalau investasinya Rp 20 triliun, harusnya karcisnya itu Rp 300 ribu. Masyarakat enggak mungkin bayar Rp 300 ribu, dia hanya bisa membeli katakanlah Rp 100 ribu, makanya Rp 200 ribu itu menjadi subsidi yang diberikan pemerintah sehingga investasi ini tetap bisa kembali.

Jadi negara dan saya fungsinya di Kemenkeu mencoba menggunakan pilihan-pilihan itu dengan tetap berpedoman bahwa satu kepada DPR, kepada rating agency bahwa APBN kita itu kredibel, nggak ada angka yang disembunyikan. Jadi kalau kita mengatakan belanjanya melalui saluran mana saja. Kami bisa menjelaskan dampaknya berbeda salurannya beda. Dari risiko tata kelola akuntabilitas itu tetap terjaga. Ini yang kemudian menimbulkan tadi.

Bahwa anda bisa membangun satu proyek dan punya tujuan besar, tapi tidak berarti anda kemudian grusah grusuh, gedubragan dan kemudian orang akhirnya bingung.

Apakah sulit mengharmoniskan seluruh hal, antara kecepatan dan keakuratan?

Makanya dari sisi itu akuntabilitas tata kelola bahkan perencanaan dan eksekusi itu bisa di-organize secara baik. Saya rasa fungsi kita yang paling penting, adalah menjaga APBN itu tetap bertanggung jawab dan detail dan juga akuntabel dan transparan bagaimana mendanainya, dan kemudian rakyat bisa melihat.

Bagaimana strategi yang Ibu tempuh?

Kalau saya mengatakan bahwa APBN-nya terlalu berat dan tidak mungkin karena ada UU mengenai defisit 3%. Kita harus sampaikan secara politik kepada Presiden dan bagaimana untuk jembatani dan bahkan kalau di Kemenkeu begitu kita punya pengalaman, kan ada yang saya ingi sekarang juga sekian triliun karena harus selesai dalam 2 bulan.

Kita bisa lihat dalam sejarah RI membangun sesuatu itu tidak bisa dengan dalam 2 bulan. Tapi mereka minta duitnya sekarang. Jadi sebetulnya Kemenkeu itu merasionalkan orang.

Bisakah Ibu menceritakan contohnya?

Umpamanya ini Asian Games. Ada yang bilang semuanya harus selesai. Oke, (saya balas tanya) organisasinya sudah siap belum? Tata kelolanya sudah ada belum? anggarannya saya ikutin saja deh, berapa kamu butuh sekarang.

Tapi kan seringnya, (mereka bilang) oh duitnya harus ada dulu karena kita besok begini begitu. Jadi fungsi kita adalah untuk menularkan kepada semuanya perencanaan yang baik, eksekusi berdasarkan kapasitas.

Karena tidak mungkin kayak roro jonggrang, pagi-pagi terus jadi. Kan enggak. Nah sering kita itu merasionalkan, oh kalau begini bisa nggak enam bulan atau 2 tahun anggaran. Tetap saja pada titik ini kita harus siap sediakan. Sehingga kita bisa mengelola dari sisi tahapannya, cara membiayai. Itu fungsi dari kami.

Bukankah itu jadinya memperlambat pembangunan infrastruktur?


Kalau Kemenkeu memiliki pengalaman banyak dan kita bisa merasionalkan tadi, maka tujuan untuk membangun infrastruktur tetap tercapai bahkan kita mencoba mendisiplinkan K/L (Kementerian/Lembaga) lain supaya lebih memiliki perencanaan yang matang sehingga kita juga bisa memiliki merencanakan uangnya lebih sesuai, maka semuanya mendapatkan win-win tadi, tujuannya tidak terganggu, APBN tetap kredibel dan terjaga dan tata kelolanya juga bagus.
Loading...
Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement

 
('
loading...