Beritaindonesia.co - Selaku pemenang tender, konsorsium Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) mempunyai tugas mencetak 67 juta keping e-KTP pada
tahun 2011. Namun konsorsium PNRI pada akhirnya hanya mampu mencetak 1,6 juta
keping saja.
Mantan Direktur Utama PNRI Isnu Edhi Wijaya mengaku ada
berbagai kendala yang menyebabkan target tersebut tidak tercapai. Salah satu
alasan disebutkan Isnu yaitu karena PT Sandipala selaku salah satu anggota
konsorsium yang mencetak e-KTP mengalami kendala dengan masalah mesin.
Pembelian mesin tak bisa dilakukan karena mereka tak menerima down payment
(DP).
Isnu mengatakan saat itu ada 9 kali addendum atau perubahan
kontrak untuk menutupi tidak tercapainya target tersebut.
"67 juta (keping e-KTP), karena hanya bisa 1,6 (juta
keping e-KTP) maka itu diganti di kontrak? Apa target jadi acuan
perubahan?" tanya jaksa KPK kepada Isnu dalam sidang lanjutan kasus
korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta,
Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).
"Iya seperti itu," jawab Isnu.
Jaksa KPK pun kembali menegaskan pertanyaannya. "Jadi
pekerjaan jadi acuan perubahan perjanjian?" tanya jaksa KPK lagi yang
diamini oleh Isnu.
Terkait dengan addendum kontrak, Isnu mengaku di masa
jabatannya hanya ada 6 kali. Namun dia mengaku mendengar bila addendum kontrak
proyek e-KTP sampai 9 kali.
"Sampai masa tugas saya selesai, ada sampai addendum
keenam, tapi saya dengar sampai 9 kali addendum," kata Isnu.
Isnu mengatakan seharusnya konsorsium mendapatkan bayaran
ketika blangko e-KTP sudah terdistribusi ketika sampai di tingkat kecamatan.
Hal itu sesuai dengan apa yang tertulis dalam kontrak awal. Namun pada akhirnya
setelah dilakukan addendum, menurut Isnu, konsorsium mendapatkan bayaran meski
blangko tersebut masih berupa blangko kosong.
"Pada awalnya setelah blangko sampai terdistribusi di
kecamatan baru mendapat bayaran. Tapi setelah addendum kami sudah berhak meski
masih blangko kosong," ujar Isnu.
Dalam surat dakwaan, Irman dan Sugiharto selain disebut
memperkaya diri sendiri, juga didakwa memperkaya orang lain. Disebutkan
manajemen bersama konsorsium PNRI menerima Rp 137.989.835.260 dan Perum PNRI
menerima Rp 107.710.849.102.
Loading...