Beritaindonesia.co - Seruan meminta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dihukum
berat dalam kasus penistaan agama belum juga surut. Tercatat sudah beberapa
kali aksi serupa dilakukan terhitung sejak November 2016 lalu.
Dalam waktu dekat dikabarkan aksi serupa kembali dilakukan
pada Jumat 5 Mei pekan ini. Penggagasnya masih sama dengan sebelumnya, Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI dan sejumlah ormas Islam.
Aksi ini akan dimulai dengan melakukan longmarch dari Masjid
Istiqlal menuju ke Gedung Mahkamah Agung (MA). Aksi yang dinamakan 'Aksi
Simpatik Menjaga Independen Hakim' sekaligus untuk mengawal sidang vonis Ahok
yang digelar 9 Mei mendatang.
Rencana aksi itu mengundang reaksi dari berbagai pihak.
Wapres Jusuf Kalla sampai Kapolri Jenderal Tito Karnavian menolak aksi semacam
itu kembali digelar di Jakarta.
"Bagi pemerintah tentu tak perlu, cuma orang yang mau
turun ke jalan merasa perlu dan ini bagian kebebasan dalam demokrasi, bahwa
unjuk rasa itu dibolehkan," kata JK, sapaan Jusuf Kalla, di Jakarta
Convention Center (JCC), Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu
(2/5).
JK menambahkan, jika aksi itu tetap harus digelar, dia
meminta tak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar. Jika melakukan pelanggaran,
dia meminta polisi bertindak.
"Namun ada aturannya jamnya terbatas, jalannya
terbatas, juga jumlahnya juga dibatasi, gaduhnya tak boleh dan keamanan kalau
melanggar ditangkap," sambung JK.
Sama dengan JK, sebenarnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian
juga ingin aksi serupa ada lagi di Jakarta. Sebab, pengerahan massa hanya akan
mengganggu ketertiban publik.
"Sebetulnya itu saya pikir tidak perlu. Demo maupun
aksi dalam jumlah yang besar karena pasti akan mengganggu ketertiban
publik," kata Tito.
Meski demikian, dia tak ingin dianggap menghambat kebebasan
masyarakat menyampaikan pendapatnya. Asalkan, tidak mengganggu hak asasi orang
lain, tidak boleh menghujat, terakhir harus menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa seperti yang tercantum dalam Pasal 6 UU nomor 9 tahun 1998.
Tito juga mengimbau bagi pihak-pihak yang tidak
berkepentingan untuk tidak ikut serta dalam aksi tersebut. "Untuk itu yang
tidak perlu tidak usah hadir. Kalau yang merasa perlu jangan mengganggu,"
tegas Tito.
Sikap serupa juga disampaikan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol
M Iriawan. Dia menyarankan GNPF MUI membuat kegiatan yang bertujuan membangun
kembali semangat bekerja. Aksi yang semacam itu, kata dia, hanya akan membuat
masyarakat was-was.
"Sudah saya sampaikan tidak boleh (aksi). Masyarakat
sudah capek melihat aksi tersebut. Sudah cukuplah jangan bikin was-was
terus," kata Iriawan saat ditemui di acara Depok Police Expo di Margocity,
pada akhir April lalu.
Sebagai rekan Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot
Saiful Hidayat juga berharap aksi turun ke jalan terkait tidak perlu ada lagi.
Seharusnya, kata Djarot, semua pihak memercayakan kepada hakim terkait vonis
Ahok.
"Saya udah bilang, kita harus percaya bahwa negara kita
negara hukum, semuanya kita serahkan pada proses hukum. Jadi apa pun yang
menjadi keputusan hakim ya harus kita terima dengan baik. Tidak boleh hakim
dipengaruhi oleh siapa pun. Hakim enggak usah buka media sosial, baca ini, baca
itu supaya betul-betul fokus untuk menegakkan keadilan," tegas Djarot.
Djarot pribadi berharap Ahok terbebas dari jerat hukum.
Meski demikian, dia menerima apapun keputusan hakim.
"Kalau harapannya ya menurut saya Pak Ahok dibebasin
dong, sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Harapannya begitu. Apapun itu,
dibebaskan atau tidak dibebaskan, sesuai harapan atau tidak sesuai harapan,
harus bisa terima karena kita percaya dengan sistem hukum yang ada di Negara
kita," tegas mantan Wali Kota Blitar itu.
Loading...