Beritaindonesia.co - Hak angket terhadap KPK masih bergulir dari DPR. Namun
suara-suara penolakan terhadap hak angket itu terus digalakkan. Bahkan,
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk turun tangan memberikan sikap
terkait hal itu.
"Harusnya (Presiden Jokowi) jadi penengah karena banyak
orang yang kecewa juga. Menurut kami, ini bedanya pemerintah sekarang dalam
konteks KPK dengan pemerintahan yang lalu," kata pakar hukum tata negara
Bivitri Susanti di Hotel Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu
(7/5/2017).
Menurut Bivitri, Jokowi sebagai presiden dapat menunjukkan
sikapnya dalam rapat konsultasi dengan DPR. Dia mendorong agar Presiden Jokowi
memperlihatkan langkah-langkah konkret dalam menolak hak angket tersebut.
"Sementara, langkah konkretnya, misalnya dia (Jokowi)
rapat konsultasi sama DPR itu ditunjukkan dong. Sehingga parpol bisa liat
presiden megang kontrol di negara ini," ujar dia.
"Kelihatannya dia (Presiden) sangat hati-hati mengambil
keputusan. Dalam konteks hukum dia kurang mengedepankan hukum ya. Dia masih
yang negosiasi politik seperti apa, jangan buat kegaduhan," imbuh Bivitri.
Penetapan hak angket bermula dari rapat dengar pendapat KPK
dengan DPR yang membahas pertanggungjawaban kinerja KPK. DPR kemudian
mengkritisi beberapa kinerja KPK hingga pembahasan soal penyebutan 6 nama
anggota Komisi III DPR dalam kesaksian salah satu penyidik KPK Novel Baswedan.
Komisi III kemudian menuntut klarifikasi melalui pembukaan
rekaman pemeriksaan anggota DPR Miryam S Haryani. Namun hal ini ditolak KPK
karena proses hukum Miryam belum sampai ke pengadilan.
Loading...