Beritaindonesia.co - Abah Tarsa (82) berdiri perlahan. Dia melangkahkan kakinya
ke dapur yang berada persis di samping gubuk miliknya.
Dapurnya sangat kecil. Luasnya hanya sekitar 1x1 meter. Di
dalam dapur, terdapat hawu (tungku) dan sejumlah kayu bakar. Dindingnya
dibiarkan setengah terbuka. Hanya dinding bagian bawah dipasangi triplek agar
angin atau hujan tidak mengganggu api dalam tungku.
Abah Tarsa mengangkat panci berisi nasi liwet dan
menyimpannya di dekat tungku lalu kembali ke gubuknya yang berukuran 2x3 meter
untuk menerima Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang datang bertamu sore itu.
Sama dengan dapurnya, gubuknya pun tidak layak untuk
ditinggali. Dindingnya terbuat dari triplek seadanya. Di dalamnya hanya ada
alas tidur. Di samping gubuk terdapat beberapa kandang ayam, begitu pun di
belakang gubuk ada kandang domba milik orang lain yang dititipkan pada Tarsa.
Jika malam tiba, Tarsa hidup dalam gelap. Di gubuknya tidak
ada listrik maupun kamar mandi. Jika ingin buang air, ia harus nebeng ke tempat
lain.
“Ah nya kieu weh, calik nyalira. Istri sareng murangkalih
tos ngantunkeun sadaya (ah begini saja, tinggal sendiri. Istri dan anak sudah
meninggal semua),” ujar Tarsa kepada Kompas.com, Jumat (22/4/2017) sore.
Tarsa bercerita, sudah empat kali menikah. Ia memiliki dua
orang anak dari istri ketiganya. Namun mereka sudah meninggal, termasuk istri
terakhirnya meninggal 2012 silam.
Dia tidak memiliki saudara. Hanya ada saudara istrinya yang
terkadang menengok keadaan Tarsa. Sejak saat itu, dia tinggal seorang diri
ditemani hewan kesayangannya, seekor kucing.
Untuk bertahan hidup, Abah Tarsa menjadi pemulung barang
rongsokan dan menerima belas kasihan orang lain. Namun, jika mendapat daging,
Tarsa tak akan memakannya. Ia berikan daging tersebut untuk kucingnya.
“Dikasih ke kucingnya, dia (Tarsa) sendiri makan sama garam.
Sebelum ngerongsok (pergi cari barang rongsok) dia akan bilang sama kucingnya,
'doain ya ada daging buatmu',” tutur Eulis, saudara istri Tarsa.
Eulis sendiri hanya bisa membantu seadanya. Pekerjaannya
sebagai pembantu rumah tangga sangat pas-pasan untuk menghidupi keluarganya.
Namun dia akan menyempatkan diri mengunjungi Tarsa dan memberi makanan.
“Tos dua tahun calik didieu (Sudah dua tahun tinggal
disini),” ungkapnya.
Belum lama ini, salah satu komunitas di Bandung melihat
kondisi Tarsa. Mereka pun mengumpulkan dana untuk membangun rumah yang layak.
Namun mereka terbentur dengan status tanah yang bukan miliknya.
Mendengar hal tersebut, Dedi berupaya membantunya. Ia
mengontak kuasa pemilik tanah dan berniat menyewa lahan selama lima tahun atau
mencari solusi lainnya.
Untuk sementara, dia memberikan bantuan uang kepada Tarsa.
Tarsa sendiri enggan tinggal di rumah susun yang baru-baru ini ditawarkan
Pemkot Bandung.
“Baru sekarang ini ada bantuan. Sebelumnya tidak ada,” ucap
Eulis.
Eulis menjelaskan, Tarsa merupakan warga asli Bandung. Dari
KTP nya, Tarsa tercatat warga Gg Ibu Iwih, RT/RW: 008/003, Kelurahan Cicaheum,
Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung.
Kondisi Tarsa pun tidak terlalu sehat. Dia memiliki penyakit
yang dia tidak diketahui namanya. Bermula dari kesemutan di bagian leher. Lama
kelamaan, lehernya bengkok ke sebelah kiri hingga sekarang.
Loading...