Beritaindonesia.co - Tak mau identitas keyakinannya tidak tertulis dalam KTP,
para Penghayat Kepercayaan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka
meminta agar identitas keyakinan mereka bisa ditulis di KTP.
"Penghayat itu sebenarnya agama. Ya karena pada
dasarnya istilah agama itu sendiri adalah berasal dari kata Bahasa Kawi. Jadi
asli frasa agama itu untuk sistem keyakinan yang ada di dalam negeri
sebetulnya, yang dari bumi Nusantara," kata anggota Majelis Luhur
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI), Engkus Ruswana
sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (7/5/2017).
Hal di atas disampaikan dalam sidang pada 6 Desember 2016
lalu. Engkus menyatakan hal itu saat menjawab pertanyaan hakim konstitusi
Patrialis Akbar. Sebab Patrialis mencecar pemahaman agama dalam konsep
Penghayat Kepercayaan. Belakangan, Patrialis ditangkap KPK.
Pada dasarnya istilah agama itu sendiri adalah berasal dari
kata Bahasa Kawi.
Anggota MLKI, Engkus Ruswana
"Datang Hindu disebut agama Hindu, datang Kristen
disebut agama Kristen, datang Budha disebut agama Budha. Nah, si pemilik agama
ini sendiri tidak boleh mengaku agama, gitu," sambung Engkus.
Patrialis juga menanyakan apakah kitab orang Penghayat
Kepercayaan dan Rasul Penghayat Kepercayaan. Namun hal itu dijawab Engkus bahwa
sudut pandang pertanyaan itu adalah paradigma 'agama'.
"Nah, kemudian karena sudah diokupasi, diakui sebagai
milik agama yang dari luar, kemudian kriterianya jadi diubah. Harus ada kitab suci,
harus ada Rasul, harus ada... ya macam-macam yang itu. Kementerian Agama
sendiri juga sampai saat ini belum ada kriteria yang disebut agama apa, yang
bukan agama apa, tidak ada sampai sekarang. Nah itu, itu persoalannya,"
cetus Engkus.
Sidang gugatan itu atas permohonan Nggay Mehang Tana, Pagar
Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Mereka menggugat Pasal 61 Ayat 1 dan
Ayat 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:
Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak
diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
Dengan pasal di atas, maka Penghayat Kepercayaan tidak
tertulis dalam kolom agama di KTP. Dampaknya, para penggugat mengaku
mendapatkan diskriminasi dari negara.
Loading...