Beritaindonesia.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan, Hak Angket KPK
sebagai bentuk premanisme politik. Sebab, sidang paripurna DPR yang mengesahkan
Hak Angket KPK tidak sah karena tak memenuhi syarat kuorum..
.”Ini premanisme secara politik, putusan Angket KPK kemarin
keluar dari tata aturan,” kata Peneliti ICW Donal Fariz dalam diskusi bertajuk
‘Meriam DPR Untuk KPK’ di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5/2017)..
.Donal menyatakan rapat paripurna saat mengambil keputusan
Hak Angket KPK tidak sesuai dengan Pasal 199 Ayat (3) UU 17/2014 tentang MD3.
Pasal ini mengatakan, usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Hak
Angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri
lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan
persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir..
.Sementara itu UU 17/2014 tentang MD3, kata Donal, Pasal 231
Ayat (1) dan Ayat (2) menyatakan bahwa, (1) pengambilan keputusan dalam rapat
DPR pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat, (2) apabila
cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak..
.”Kalau dia bilang sebagian besar fraksi setuju, tunggu
dulu. Persetujuan dari anggota yang hadir, bukan fraksi. Itu beda lho,
persetujuannya bukan fraksi tapi persetujuannya adalah persetujuan 1/2 anggota
dan disetujui. Yang hadir kemarin enggak sampai setengah,” ujarnya..
.”Masing-masing anggota DPR kan punya hak suara. Tiba-tiba
pimpinan ketuk palu, itu ‘abuse of power’. Fungsi pimpinan mefasilitasi, Fahri
itu bukan pemimpin PT (perusahaan) yang bisa asal ketuk palu,” pungkasnya.
Loading...